Pages

Subscribe:

Kamis, 31 Mei 2012

Hubungan Kerja Sama antara Sekolah dengan Masyarakat

Hubungan Kerja Sama
antara Sekolah dengan Masyarakat


Hubungan sekolah dengan masyarakat merupakan jalinan interaksi yang diupayakan oleh sekolah agar dapat diterima di tengah-tengah masyarakat untuk mendapatkan aspirasi, simpati dari masyarakat, serta mengupayakan terjadinya kerjasama yang baik antar sekolah dengan masyarakat untuk kebaikan bersama, atau secara khusus bagi sekolah penjalinan hubungan tersebut adalah untuk mensukseskan program-program sekolah yang bersangkutan sehingga sekolah tersebut bisa tetap eksis.

Bentuk-bentuk hubungan kerja sama sekolah dengan masyarakat antara lain :
1.    Mengikutsertakan guru dan siswa dalam kegiatan masyarakat
Partisipasi warga sekolah, termasuk guru dan siswa dalam kegiatan masyarakat sekitarnya, misalnya dalam kegiatan kerja bakti, perayaan-perayaan hari besar nasional atau keagamaan, sanitasi, dan sebagainya. Selain itu keikutsertaan guru dan siswa dalam kegiatan masyarakat bisa ditunjukkan dengan adanya program baksos (bakti sosial) untuk masyarakat yang kurang mampu ataupun yang terkena musibah/ bencana, kegiatan bazar sekolah dengan memamerkan hasil karya siswa, termasuk pementasan karya tulis, karya seni dan karya keterampilan pada saat HUT RI, kunjungan guru ke rumah tokoh masyarakat.
Hal ini akan menambah kesan masyarakat sekitar akan kepedulian sekolah terhadap lingkungan sekitar sebagai anggota masyarakat yang senantiasa sadar lingkungan demi baktinya terhadap pembangunan masyarakat. Bagi sekolah sendiri, kegiatan tersebut dapat melatih para siswanya untuk lebih mudah dalam bersosialisasi dengan masyarakat dan untuk meningkatkan kepeduliannya terhadap sesama.


2.    Menyediakan fasilitas sekolah untuk keperluan masyarakat
Sekolah dapat menyediakan fasilitasnya untuk kepentingan masyarakat sekitar sepanjang tidak mengganggu kelancaran kegiatan pembelajaran.
Fasilitas tersebut, misalnya:
a.    Lapangan olah raga yang digunakan sebagai sarana olahraga anggota masyarakat di luar jam pelajaran sekolah.
b.    Halaman sekolah untuk acara sholat idul fitri / idul adha untuk agama islam
c.    LCD sekolah untuk acara perayaan HUT RI.

3.    Mengikutsertakan pemuka atau tenaga ahli di masyarakat ke dalam kegiatan kurikuler atau ekstra kurikuler
Dalam menjalankan kegiatan yang direncanakan, sekolah tidak lepas dari dukungan masyarakat. Masyarakat sangat berperan aktif dan mempengaruhi sekolah yang ada di dalamnya. Misalkan dalam kegiatan-kegiatan tersebut:
a.    Ekstrakurikuler di bidang tarik suara, pihak sekolah bekerja sama dengan penyanyi untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya.
b.    Pada saat perayaan hari besar, pihak sekolah mendatangkan tokoh agama dalam masyarakat sebagai pengisi ceramah.
c.    Pada saat acara perpisahan, mendatangkan masyarakat yang berpotensi di bidang seni untuk menberikan sambutan.
d.    Sekolah mengundang organisasi atau perseorangan yang bersimpati terhadap pendidikan untuk mengadakan rapat bersama guna membahas pendidikan lingkungan dan masalah kenakalan.
e.    Sekolah mengadakan kegiatan surat-menyurat antara seorang anak yang nakal untuk dimintakan saran pembinaannya kepada seorang ahli jiwa atau ahli pendidik yang ada dalam masyarakat
f.    Sekolah mengadakan konsultasi mengenai siswanya terhadap seorang ahli yang ada dalam masyarakat, misalnya seorang siswa yang mengalami gangguan pendengaran, guru dapat berkonsultasi dengan dokter ahli THT.
Dengan acara-acara tersebut yang melibatkan anggota masyarakat dalam kegiatan sekolah, menambah kepedulian dan sikap terbuka masyarakat kepada sekolah, serta masyarakat akan merasa dihargai dan ikut berperan di dalam kegiatan-kegiatan di sekolah.

4.    Mendayagunakan sarana yang tersedia di masyarakat untuk keperluan sekolah
Hal ini dapat dilakukan dengan memandang masyarakat sebagai laboratorium untuk belajar sehingga penting bagi guru-guru untuk mengetahui fasilitas-fasilitas apa yang tersedia di dalam masyarakat yang diperlukan untuk kegiatan pembelajaran. Misalnya, sumber-sumber alam lingkungan sekitar, keadaan flora dan fauna, lapangan, jalan desa, transportasi, lalu lintas. Semua sarana tersebut dapat dimanfaatkan sekolah untuk menunjang kegiatan pembelajaran.
Contoh nyata yang terjadi dalam lingkungan sekolah adalah:
a.    Memanfaatkan alam sekitar untuk media pembelajaran (sawah, perkebunan, ladang dan hutan),
b.    Memanfaatkan toko-toko dalam masyarakat untuk tempat praktik kerja siswa sesuai jurusannya,
c.    Memanfaatkan lapangan warga untuk upacara bendera Hari Nasional.

5.    Mendayagunakan potensi masyarakat sebagai salah satu unsur penanggung jawab pendidikan
Berdirinya suatu lembaga pendidikan tidak lepas dari peran masyarakat. Potensi di dalam masyarakat sangat mendukung perkembangan sekolah yang ada di lingkungannya.
Contohnya :
a.    Mengikutsertakan tokoh masyarakat dalam keanggotaan komite sekolah.
b.    Mengikutsertakan masyarakat dan komite sekolah dalam rapat perencanaan BP3.
c.    Menampung aspirasi dari  masyarakat yang memiliki potensi terhadap perkembangan pendidikan di sekolah tersebut.

6.    Mendayagunakan potensi orang tua siswa
Hubungan antara sekolah dengan orang tua diperlukan secara terus-menerus selama orang tua masih mempunyai anak yang bersekolah di sekolah tersebut. Diperlukan kerja sama antara sekolah dan orang tua demi kepentingan siswa. Anak lebih banyak menghabiskan waktu di rumah daripada di sekolah sehingga pendidikan di sekolah dengan di rumah harus seirama. Di sinilah letak pentingnya sekolah mendayagunakan potensi orang tua dalam dunia pendidikan.
Bentuk-bentuk pendayagunaan potensi orang tua dalam mendidik anak :
a.    Mendidik mental anak
Di sini orang tua mempunyai kemampuan untuk menanamkan nilai-nilai dan norma-norma yang baik kepada anak. Hal ini bisa dilakukan oleh orang tua dengan memberikan teladan/contoh yang baik dalam berkata maupun berperilaku. Kebiasaan baik yang dilakukan orang tua tersebut secara tidak sengaja telah mengajarkan norma-norma yang baik kepada anak. Anak pun akan mengikuti kebiasaan baik dari orang tuanya.
b.    Mengembangkan bakat anak
Setiap anak mempunyai bakat-bakat tertentu, baik dalam bidang akademik maupun nonakademik. Bakat-bakat anak tersebut perlu segera diketahui oleh orang tua anak agar dapat dikembangkan dan difasilitasi oleh orang tua sehingga bakat anak dapat berkembang dengan optimal. Misalnya, orang tua dapat memberikan les/kursus tertentu sesuai dengan bakat anak, membelikan alat-alat khusus yang dapat menunjang pengembangan bakat anak di rumah, mengikutsertakan anak dalam perlombaan yang sesuai bakat anak.



c.    Membantu anak dalam bidang pengajaran
Hal ini dapat dilakukan orang tua dengan membantu dan mendampingi anak dalam mengerjakan PR atau tugas. Jika orang tua belum mengerti materi PR atau tugas yang diberikan guru kepada anak, orang tua dapat menanyakannya pada guru atau mendampingi anak dalam mencari informasi dari media lain, seperti internet.
d.    Membantu guru dalam memecahkan permasalahan anak di sekolah
Banyak sekali permasalahan yang timbul di sekolah karena perkataan maupun tingkah laku anak. Dalam menangani permasalah siswa tersebut, sekolah bekerja sama dengan orang tua siswa karena orang tua merupakan lingkungan terdekat siswa yang memberikan banyak pengaruh kepada siswa. Masalah-masalah tersebut misalnya:
1)    Anak kurang pendengaran, penglihatan
2)    Anak cacat tubuh
3)    Anak pemalas
4)    Anak pemboros
5)    Anak pemurung
6)    Anak gagap
7)    Anak lambat belajar
Dengan pemasalahan-permasalahan tersebut, guru dapat memberikan penjelasan kepada orang tua siswa tentang kelemahan putra-putrinya apakah ia lemah fisik, atau lemah mental atau hanya sulit belajar. Dalam hal ini perlu adanya kerjasama yang harmonis sehingga tidak terjadi salah pengertian antara guru dan orang tua murid.

7.    Mengikutsertakan dunia usaha bagi kepentingan sekolah
Sekolah dapat bekerja sama dengan dunia usaha untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam bidang usaha tersebut dan dunia usaha dapat pula dijadikan sponsor/penyandang dana dalam acara-acara khusus sekolah, seperti pensi, ulang tahun sekolah, dan lain-lain. Bentuk kerjasama tersebut misalnya:
a.    Sekolah bekerja sama dengan pengusaha komputer untuk mengadakan berbagai pelatihan tentang penguasaan komputer kepada para siswanya.
b.    Sekolah bekerja sama dengan usahawan untuk memberikan motivasi kepada siswa bagaimana kiat-kiat untuk mencapai kesuksesan.
c.    Sekolah bekerja sama dengan perusahaan telkomsel atau indosat untuk dijadikan sponsor / penyandang dana dalam acara-acara sekolah.
d.    Untuk sekolah kejuruan, pihak sekolah dapat mengadakan kerja sama dengan desainer untuk program tata busana, swalayan untuk program akuntansi,  bengkel untuk program teknik mesin, dan lain-lain pada saat akan mengadakan PKL.















DAFTAR RUJUKAN

http://asharikeren.wordpress.com/2008/06/15/hubungan-sekolah-dengan-masyarakat/
Daryanto. 2005. Administrasi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.
Purwanto, Ngalim. 1990. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Suryabrata. 1988. Humas dan Dunia Pendidikan. Yogyakarta : Mitra Gama Widya.

PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA, ASAS ETIKA POLITIK DAN ACUAN KRITIK IDEOLOGI

PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA, ASAS ETIKA
 POLITIK DAN ACUAN KRITIK IDEOLOGI

1. Pengantar
Sebagian besar dari kehidupan kita, termasuk kehidupan berbangsa dan bernegara, atau kehidupan politik, kita lewatkan atas dasar “common sense” atau yang kerapkali disebut sebagai “akal sehat”. “Common sense” adalah pengetahuan sehari-hari, yang tidak kita pertanyakan  kebenarannya, tetapi kita andaikan “benar”, taken for granted. Tetapi salah satu ciri khas manusia adalah “mempertanyakan”. Ia tidak puas dengan “common sense”, ia terdorong untuk mengangkat apa yang dialami menjadi pertanyaan. Begitu kita mengajukan “pertanyaan”, “interrogating” kita mengatasi “common sense”. 
Mempertanyakan, interrogating adalah awal dari perkembangan ilmu pengetahuan dan filsafat. Ilmu pengetahuan mempertanyakan  segala sesuatu termasuk manusia sampai batas tertentu atau dalam perspektif tertentu, yaitu perspektif instrumental. Ilmu pemgetahuan mempertanyakan dan mencari jawaban atas pertanyaannya untuk digunakan bagi kepentingan manusia.
Filsafat mempertanyakan  segala sesuatu, khususnya yang menyangkut  “nasib” diri manusia, lebih jauh dari ilmu pengetahuan. Mempertanyakan siapakah  dan apakah aku ini adalah awal dari filsafat manusia, dimana manusia ingin memperoleh makna dari dirinya. “Pahamilah dirimu” demikian kata Sokrates. Mempertanyakan manusia berarti mencari jalan bagaimana manusia mencapai tujuan hidupnya, yaitu semakin menjadi manusiawi. Dalam pengertian ini bila filsafat harus mati, kemanusian akan meredup tak lama kemudian. Berhenti bertanya hanya akan berakibat kemandekan dan berhentinya perkembangan.  Dalam kaitan ini  filsafat tidak hanya merupakan “disiplin (ilmu) yang mempertanyakan”, tetapi juga ‘disiplin (ilmu) yang membebaskan”. Dalam arti apa? Manakala kita mengangkat pertanyaan, kita dibebaskan dari jawaban yang tidak dipertanyakan, yaitu jawaban berdasarkan “common sense” semata, yang diandaikan benar. Dalam setiap pertanyaan kita mengatakan “tunggu sebenar”: ada yang lebih dari ini atau itu. Bahkan ada “ekses” dari realitas, yang tidak tertampung dari suatu konsep yang sekarang kita miliki, “ada yang lebih” yang terbelenggu oleh berbagai struktur yang melilit kita.

2. Tiga Fungsi Filsafat
Ada begitu banyak  pengertian mengenai filsafat dan cara berfilsafat serta corak filsafat. Di depan sudah dikatakan bahwa filsafat itu berkembang dengan “mempertanyakan”, “interrogating”. Dalam kaitan dengan Pancasila, ada  sedikitnya tiga fungsi filsafat, yang saling terkait satu dengan lainnya.
1) Pertama filsafat mempertanyakan dan mencari “dasar”. Sejak awal filsafat Yunani telah dipertanyakan apakah “dasar” dari dunia kita, apakah “dasar” dari perubahan, apakah “dasar” dari persamaan dan perbedaan manusia, apakah “dasar” dari kebebasan manusia, apakah “dasar” dari kehidupan suatu “polis”?
2) Kedua, filsafat mempertanyakan, mencari dan menemukan makna dari realitas di sekelilingnya,  asal dan tujuan hidup manusia.  Seringkali  dikatakan bahwa filsafat mempertanyakan nilai dari suatu realitas dan tindakan manusia. Maka filsafat dapat mencerahi kehidupan manusia.
3) Ketiga, filsafat berfungsi pula sebagai kritik ideologi. Filsafat berusaha untuk membuka selubung dari berbagai sistem pemikiran, yang membelenggu manusia, terutama kebebasannya.  Pengetehuan dan kekuasaan saling berpautan. Marx telah memberi contoh bagaimana melakukan suatu kritik ideologi terhadap ideologi kapitalis.
Dari uraian di atas, Filsafat Pancasila dapat dilihat pertama, sebagai eksplisitasi secara filosofis  Pancasila sebagai dasar Negara; kedua, filsafat Pancasila sebagai etika politik; ketiga, filsafat Pancasila sebagai kritik ideologi, termasuk kritik terhadap distorsi dan penyalahgunaan Pancasila secara ideologis.
3. Pancasila sebagai Dasar Negara      
Fungsi filsafat yang pertama adalah mempertanyakan dan menjawab  “apakah dasar dari kehidupan berpolitik atau kehidupan berbangsa dan bernegara.  Sangat lah tepat pertanyaan yang diajukan oleh  Ketua BPUPKI, Dr. Radjiman Wediodiningrat di hadapan rapat BPUPKI bahwa “Negara Indonesia yang akan kita bentuk itu apa dasarnya”? Soekarno menafsirkan pertanyaan itu sebagai berikut: “Menurut anggapan saya, yang diminta oleh Paduka tuan Ketua yang mulia ialah dalam bahasa Belanda: ‘philosophische grondlsag’  dari pada Indonesia Merdeka. Philosophische grondslag itulah fundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka.”1) “Dasar Negara” dapat disebut pula “ ideologi negara”, seperti dikatakan oleh Mohammad Hatta: “Pembukaan  UUD, karena memuatnya di dalamnya Pancasila sebagai ideologi Negara, beserta dua pernyataan lainnya  yang menjadi bimbingan pula bagi politik negeri seterusnya, dianggap sendi daripada hukum tatanegara Indonesia. Undang-undang ialah pelaksanaan daripada pokok itu dengan Pancasila sebagai penyuluhnya, adalah dasar mengatur politik Negara dan perundang-undangan Negara, supaya terdapat Indonesia  merdeka seperti dicita-citakan: merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”2)
Kalau seringkali dikatakan mengenai ideologi Pancasila, sebetulnya yang dimaksudkan tidak lain adalah Pancasila sebagai dasar Negara, sebagaimana dikatakan Bung Hatta, “ideologi Negara”., yaitu prinsip-prinsip atau asas membangun Negara. Jadi Pancasila bukanlah suatu “doktrin” yang lengkap, yang begitu saja dapat dijabarkan  dalam tindakan, tetapi suatu orientasi, yang memberikan arah kemana bangsa dan negara harus dibangun atau  suatu dasar rasional, yang merupakan hasil  konsensus mengenai asumsi-asumsi tentang Negara dan bangsa yang akan dibangun.
Karena masing-masing sila dari Pancasila akan diuraikan dalam rangkaian diskusi dalam Kongres ini, maka kami hanya akan memberikan catatan kecil saja:
1)    Sila “Keruhanan Yang Maha Esa” dirumuskan dalam konteks politik: membangun Negara dan bangsa Indonesia, maka merupakan suatu prinsip politik, bukan suatu prinsip teologis. Implikasinya  ialah bahwa Negara mengakui dan melindungi kemajemukan agama di Indonesia; Negara tidak menilai “isi” dari suatu agama. Penganut agama apapun wajib bersatu untuk membangun Negara dan bangsa. Hal ini sangat jelas dari ajakan Soekarno dalam pidato “Lahirnya Pancasila” untuk bersama-sama membangun Negara dan bangsa Indonesia
2)    Sila “Perikemanusiaan  yang adil dan beradab”mengimplikasikan  bahwa Negara memperlakukan setiap warganegara atas dasar pengakuan martabat manusia dan nilai kemanusiaan yang mengalir dari martabatnya itu.Jelaslah bahwa sila kedua ini menolak kekerasan yang dilakukan terhadap warganegara baik oleh Negara, kelompok atau individu. Kekerasan yang paling keji adalah kekerasan yang dilakukan terhadap inti martabat manusia sendiri, yaitu kebebasannya.”Hewan mencari mangsanya. Mangsa Manusia adalah kebebasan”.3). Kekerasan pada jaman sekarang kerapkali dikaitkan dengan identitas, religius atau etnik, yang lebih banyak diproduksi daripada direproduksi
3)    Sila “Persatuan Indonesia” terkait dengan faham kebangsaan. Bangsa bukan sesuatu yang diwariskan dari masa lalu, tetapi suatu “proyek dan tantangan bersama” bagi masa kini dan masa depan.4). Oleh karena itu harus melibatkan semua dan tak seorangpun warga yang dieksklusifkan.
4)    Prinsip demokrasi yang dirumuskan sebagai “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaran/perwakilan”,  menunjuk kepada pembatasan kekuasaan Negara dengan partisipasi  rakyat dalam pengambilan keputusan. “Kita dapat berbicara mengenai sistem demokratik, apabila unsur-unsur konstitusi, hukum dan sistem parelemen menerapkan tiga prinsip: pembatasan kekuasaan Negara atas nama hak asasi, keterwakilan pelaku politik dan kewarganegaraan.”5)
5)    Sila “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” paling sedikit memuat unsur-unsur: pemerataan, persamaan dan kebebasan untuk menentukan dirinya sendiri.
4. Pancasila sebagai dasar etika politik
Dengan dipilihnya Pancasila sebagai dasar hidup bernegara dan berbangsa atau sebagai dasar hidup berpolitik, maka politik tidaklah netral, tetapi harus dilandasi nilai-nilai etis. Itulah salah satu tugas filsafat politik: mencerahi makna berpolitik dan mengekplisitkan nilai-nilai etis dalam politik yang didasarkan atas Pencasila.
Ada anggapan negatif dan sikap skeptik  serta sinis terhadap politik. Ada kecenderungan untuk menghindar dari politik. Namun perlu dicattat beberapa hal: pertama, mau tidak mau kita tidak dapat lepas dari politik. Segala kegiatan kita mengandaikan kerangka Negara dan masyarakat. Kedua, berbagai kesulitan yang dihadapi dunia modern, seperti peningkatan kesejahteraan, lingkungan hidup, kesenjangan sosial-ekonomi, pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak dapat dipecahkan dengan meninggalkan politik, tetapi mengadakan transformasi politik sedemikian rupa, sehingga memungkin kita membentuk dan mengorganisir kehidupan  secara efektif. Ketiga, sikap sinis dan skeptik terhadap politik, bukan hal yang tak terhindari. Dengan membangun kredibilitas dan kelayakan  suatu model alternatif dan imaginatif institusi politik, ketidakpercayaan akan pilitik bisa diatasi.6)
David Held mengartikan politik sebagai berikut: “Politik adalah mengenai kekuasaan, yaitu mengenai kapasitas pelaku sosial dan institusi sosial untuk mempertahankan  atau mentransformir lingkungannya, sosial dan fisik. Politik menyangkut sumber-sumber yang mendasari kapasitas ini dan mengenai kekuatan-kekuatan yang membentuk dan mempengaruhi operasi dari kekuatan itu. Oleh karena itu, politik  adalah suatu fenomena yang diketemukan di dalam dan di antara institusi dan masyarakat, melintasi kehidupan publik dan privat. Politik terungkap di dalam  semua aktivitas kerjasama, negosiasi dan perjuangan dalam penggunaan dan distribusi sumberdaya. Politik terlibat dalam semua relasi, institusi dan struktur yang melekat dalam aktivitas produksi dan reproduksi dalam kehidupan masyarakat. Politik menciptakan dan mengkondisikan semua aspek kehidupan kita. Politik berada pada inti perkembangan permasalahan dalam masyarakat dan cara kolektif penyelesaian masalah tersebut.”7)
Bagi Aristoteles manusia akan menjadi sempurna dan mencapai tujuan kodratinya, kalau ia hidup dalam polis (negara-kota). Suatu Negara ada, demi hidup baik dan bukan hanya untuk hidup saja. Seperti dikatakan H. Arend, “Polis sebenarnya bukanlah Negara-kota (city-state) dalam lokasi fiknya; polis adalah organisasi masyarakat yang muncul dari perbuatan dan  pembicaraan bersama  dan ruang yang sebenarnya terletak di antara orang yang hidup bersama untuk tujuan itu, tak peduli dimanapun terjadi.”8) Maka istilah politik menunjuk kepada  aktivitas dari polis, dimana kesejahteraan bersama dideliberasikan  dan keputusan  yang secara kolektif mengikat dibuat. Jadi  politik muncul dari  tindakan bersama, “sharing of words and deeds”.  Ada hal-hal yang dapat kita petik dari kehidupan politik pada jaman Yunani itu, meskipun harus diakui bahwa ada contoh yang jelek yang terjadi pada waktu itu, misalnya wanita dan budak tidak termasuk dalam warganegara.  Ada anggapan pada waktu itu bahwa mereka yang berhasil dalam kehidupan politik, yaitu hal-ihwal kehidupan dalam Negara, akan mencapai kebaikan tertinggi. Kehidupan  bersama dalam Negara (polis) akan mencapai kebaikan yang lebih besar, karena dilakukan bersama. Maka kehidupan bersama dalam Negara  tidak hanya akan melindungi individu dan hak miliknya (sebagaimana jaman sekarang dituntut oleh liberalisme), tetapi harus menciptakan keunggulan manusiawi (arête). Kodrat manusia mendorong, agar Negara berperan dalam mengembangkan potensi manusia, mengajarkan kita untuk mencintai yang baik dan membuat warganegara menjadi lebih baik dengan menciptakan kebiasaan yang baik (inilah arti utama dari “pendidikan politik”). Maka dapat dikatakan bahwa bagi Aristoteles, Negara atau polis  adalah “perkumpulan teman-teman yang saling memprovokasi untuk berbuat kebajikan. Politik adalah suatu aktivitas etis, yaitu bersangkut paut dengan masalah bagaimana kita harus hidup dalam suatu masyarakat politik.
Michel Foucault mengatakan bahwa politik pada masa ini ditandai oleh “pendisiplinan” dan “penundukan” yaitu pemaksaan agar manusia berperilaku tertentu. Ini disebut “biopower”. Politik adalah pengaturan dan penguasaan hidup dan biopower ini secara fundamental modern, yaitu manakala kehidupan manusia dipertaruhkan oleh strategi politiknya sendiri. Dengan lain perkataan, kehidupan manusia menjadi objek politik itu sendiri. Ini yang menjadi ciri dari politik modern, berbeda dari politik di masa lalu.
Berbeda dari Foucault, Giorgio Agamben dalam Homo Sacer: Sovereign Power and Bare Life,9) berpendapat bahwa tidak benar kehidupan manusia selalu menjadi objek dari politik. Ia mengingatkan bahwa dalam Buku Pertama Politics (1.2.8) Aristoteles membedakan antara “kehidupan yang begitu saja” atau “kehidupan biologis semata”(bare life, nuda vita, kehidupan telanjang, kehidupan biologis, to zen) dan “hidup yang baik” (eu zen). Kehidupan politik mengatasi kehidupan  “yang biologis melulu” menjadi “sesuatu yang lebih”, yaitu lebih manusiawi. Yang menjadi ciri politik adalah  perwujudan  kemampuan manusia untuk menstrukturkan suatu kehidupan bersama dalam komunitas yang tidak memaksa, yang mampu melakukan refleksi deliberatif atas pertanyaan apakah keadilan itu dan sarana konkrit apa untuk mencapainya?  “Keadilan  melekat dalam polis; karena keadilan, yang adalah penentuan apa yang adil, adalah pengaturan persekutuan politik” (Politics 1.2.66). Agamben  menarik perhatian kita pada apa yang dikatakan oleh Aristoteles mengenai bahasa dalam Politics 1.2.16: Agar menjadi  benar-benar manusiawi orang harus menjadi anggota polis, karena hanya dengan begitu, ia dapat berbicara. “Mengeluarkan suara  berfungsi untuk menunjukkan  kesenangan atau kesakitan, dan ini suatu kemampuan yang  dimiliki hewan pada umumnya….. Tetapi bahasa berfungsi untuk…..menyatakan apa yang adil dan tidak adil”. Disini kehidupan di lihat tidak hanya sebagai suatu fakta, tetapi suatu capaian. Capaian itu adalah kebudayaan. Agamben menyebut kehidupan biologis semata sebagai “inklusif eksklusif (un ‘ esclusione inclusive). Maksud dari pernyataan itu ialah bahwa  kehidupan yang baik (eu zen) bukan kehidupan biologis semata, namun kehidupan yang baik juga  merupakan  perkembangan dari kehidupan biologis semata. Politik seolah-olah merupakan tempat dimana kehidupan harus mengalami transformasi menjadi kehidupan yang baik. Tetapi ini bukan suatu capaian dari Aufhebung dari kehidupan biologis semata. Aufhebung politik tidak pernah tercapai, identitas tak pernah selesai’
Dengan ditetapkannya Pancasila sebagai dasar negara, kehidupan politik  memiliki dimensi etis, bukan sesuatu yang netral. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila mendorong warganegara untuk berperilaku etis dalam politik.
     Apabila nilai-nilai Pancasila itu dapat ditransformasikan ke dalam ethos masyarakat, maka  akan menjadi  pandangan hidup atau Weltanschauung. Pandangan hidup dapat  dilihat sebagai suatu cultural software, suatu perangkat lunak budaya. Pandangan hidup adalah suatu cara memahami dunia dan kehidupan sosial, suatu kosmologi masyarakat. Sebagai perangkat lunak budaya  pandangan hidup berperan dalam mengkonstruksikan  dunia sosial dan politik. Tetapi pandangan hidup itu selalu berada dalam kontestasi dan negosiasi dengan pandangan hidup lainnya. Cultural software dikopi dalam setiap individu melalui sosialisasi, interaksi dan komunikasi. Fungsi cultural software mirip dengan apa yang disebut Gadamer “tradisi”: tradisi melengkapi kita dengan pra-pemahaman yang memungkinkan kita membuat penilaian mengenai dunia sosial  Sejauh masyarakat memiliki kopi yang kurang lebih sama, maka pemahaman budaya mereka adalah pemahaman budaya bersama.10).
5. Pancasila Sebagai Acuan Kritik Ideologi
Agnes Heller membedakan “yang politik” dengan “politik” (politics). Istilah “yang politik” menunjukkan domain, atau lingkup dimana deliberasi terjadi,  Sedangkan  istilah “politik” (politics), merujuk kepada aktivitas yang terjadi dalam lingkup itu.11) Ini mempunyai implikasi pada masalah sejauh mana ‘ruang lingkup politik” (Apakah batas  kekuasaan politik?, Siapa memiliki hak untuk melaksanakan kekuasaan politik itu? Isu-isu apa yang relevan bagi politik  Kalau dalam masa Yunani kuno “yang sosial” dan “yang politik” terjadi tumpang tindih, sementara  dalam modernitas  hal itu tidak terjadi.
Para “founding fathers” sejak awal telah melakukan suatu “kritik ideologi”, meskipun pada jaman itu model alternatif terhadap ideologi-ideologi besar (liberalisme dan sosialisme) masih  terbatas. Ada dua tradisi mengenai konsepsi mengenai  “yang sosial” dan “yang politik” dan interaksi antara keduanya. Politik  di dalam demokrasi liberal kapitalis didasarkan pada premis konsepsi mengenai individu sebagai unit utama moral dan politik. Karenanya  hak dan kebebasan didefinisikan lebih dalam kerangka individual. Hak-hak ini  memberikan prioritas kepada kepentingan pribadi individual di atas kepentingan umum. Asumsinya ialah bahwa  individu dengan usahanya sendiri dapat memenuhi kebutuhannya tanpa terlalu banyak intervensi dari Negara. Namun dengan berkembangnya demokrasi dan kewarganegaraan, model liberal dianggap tidak memadai. Kritik terhadap ideologi demikian pada abad ke 19 dilontarkan oleh Marx, yang menyatakan bahwa kewarganegaraan modern lebih menguntungkan individu dari kelas borjuis. Pada abad ke 20 negara-negara modern telah menyesuaikan diri dengan kritik ini dengan memperluas “hak-hak sosial” pada  kesehatan, kesejahteraan dan jaminan sosial. Namun Negara haruslah berintervensi dalam ekonomi dan masyarakat, lebih dari masa sebelumnya .12} Dengan demikian  “yang politik” lebih masuk ke dalam “yang sosial. Inilah salah satu makna “akhir dari ideologi”, seperti dikemukakan oleh Daniel Bell. Tak ada lagi ideologi yang murni,  melalu “liberal” atau  melulu “sosialis”. Pancasila dan UUD 1945  mencari keseimbangan dan perpaduan antara keduanya.
Dinamika Pancasila terletak dalam ketegangan antara “ideologi” dan “utopia”. Pancasila sebagai ideologi memberi arah pembangunan sistem sosial dan politik. Sistem yang dibangun tidak pernah merupakan perwujudan utuh dari Pancasila, maka selalu bisa dikritik. Bisa terjadi juga Pancasila Pancasila sebagai “ideologi” membenarkan dan meneguhkan sistem yang dibangun untuk kepentingan kelompok tertentu, sehingga menjadi mandeg. Maka atas dasar Pancasila itu pula dapat dilakukan kritik. Mungkin dapat dikatakan dari perspektif ini Pancasila merupakan “utopia”. Utopia dapat bersifat “subversif”, menggoncangkan sistem-sistem yang dibangun berdasarkan orientasi ideologi. Utopia dapat menciptakan kreatifitas dengan imaginasi sosialnya.
Sebagai kesimpulan, Pancasila dapat dikembangkan menjadi filsafat dalam tiga arah:
1)    Sebagai “Filsafat Pancasila”, yang merupakan refleksi kritis atas dasar  hidup bernegara.
2)    Sebagai “Etika Politik” yang merupakan refleksi kritis atas nilai-nilai etis yang terkandung dalam Pancasila.
3)    Sebagai “Kritik Ideologi” yang merupakan refleksi kritis dalam mengevaluasi berbagai ideologi lainnya.
CATATAN

1.    Soekarno, “Lahirnja Pantja Sila” dalam: Tjamkan Pantja Sila. Departemen Penerangan R.I, 1964.
2.    Mohammad Hatta, Pengertian Pancasila. Jakarta: Idayu Press, 1977, h. 1, sebagaimana dikutip oleh Todung Mulya Lubis “Pancasila, Globalisasi, dan Hak Asasi Manusia, “dalam:  Restorasi Pancasila. Mendamaikan Politik Identitas dan Modernitas. Penyunting, Irfan Nasution dan Ronny Agustinus, Jakarta:  Perhimpunan Pendidikan Demokrasi, 2006, h. 332..
3.    J.-M. Domenach, “The Ubiquity of Violence,” International Social Science Journal, 30 (1978), h.719..
4.    B. R. O’G.,Anderson, “ Indonesian Nationalism Today and in the Future,” Indonesia 67 (April 1999).
5.    Alain Touraine, What is Democracy” Boulder, Colorado: Westview Press, 1997, h. 72.
6.    David Held, Models of Democracy. Cambridge: Polity Press, 1998, h. 295-297.
7.    David Held, Ibid., 30
8.    H. Arend, The Human Condition. Chicago and London: The University of Chicago Press, 1998, h. 198.
9.    Giorgio Agamben, Homo Sacer: Sovereign Power and Bare Life. Standford: Standford University Press,1998. Uraian mengenai pandangan Agamben, kami ambil dari: Andrew Norris, “Giorgio Agamben and the Politics of the Living Dead”, Diacritics, Vol.30, No. 4 (winter, 2000), h. 38-39
10.    Lihat mengenai ini: J.M.Balkin, Cultural Software. A Theory of Ideology. New Haven & London: Yale University, 1998.
11.    James Martin, “The Social and the Political”, dalam: Fidelma Ashe, et alii, Contemporary Social & Political Theory.  Buckingham, Philadelphia: Open University Press, 1999, h.156
12.    James Martin, op.cit., h.161-162.
13.    Lihat Fred Dallmayr, Dialogue Among Civilization. Some Exemplary Voices. New York: Palgrave Macmillan, 106-118.

Selasa, 29 Mei 2012

SATLAN BK "Mengenal tugas dan Tanggung Jawab Diri"


SATUAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

A.    Judul layanan                  : Mengenal tugas dan tanggung jawab diri
B.     Jenis Layanan                  : Informasi
C.     Bidang Bimbingan          : Bimbingan pribadi
D.    Fungsi layanan                : Pemahaman
E.     Tujuan Layanan              :
a)      individu mampu memahami tugas dan tanggung jawabnya
b)      Individu mampu memerima tugas dan tanggung jawabnya
c)      Individu mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya

F.      Hasil yang ingin dicapai  :
a)      individu mampu menyebutkan tugas dan tanggung jawabnya
b)      Individu mampu menerapkan dalam kehidupan sehari-hari

G.    Sasaran kegiatan             : Kelas VII
H.    Materi layanan                :
a)      tugas-tugas individu
ճ        Pengertian
ճ        Penyebab timbulnya tugas-tugas
ճ        Mengenal tugas diri individu
b)      Tanggung jawab pribadi
ճ        Pengertian
ճ        Jenis tanggung jawab

I.       Uraian kegiatan               :
J.       Tempat Penyelenggaraan: Ruang kelas
K.    Waktu / tanggal               : 1 x 45 menit
L.     Semester                          : Ganjil
M.   Peyelenggara layanan      : Guru pembimbing
N.    Pihak yang terlibat          : Guru pembimbing dan Siswa
O.    Rencana Penilaian           : Penilaian proses dan penilaian jangka panjang
MATERI
TUGAS-TUGAS INDIVIDU
A.    Pengertian
tugas perkembagan adalah suatu tugas yang muncul pada saat atau sekitar suatu periode tertentu dari kehidupan individu, yang jika berhasil dalam pencapaiannya akan menimbulkan kebahagiaan dan membawa keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas berikutnya. Akan tetapi kalau gagal, akan menimbulkan ketidak bahagiaan, tidak diterima oleh masyarakat, dan mengalami kesulitan dalam menghadapi tugas-tugas berikutnya. (Havigurst, 1953:2)

B.     Penyebab timbulnya tugas-tugas
Hal-hal yang menimbulkan tugas-tugas perkembangan
1.      Karena adanya kematangan fisik pada fase perkembangan tertentu.
2.      Adanya dorongan cita-cita psikologis manusia yang sedang berkembang.
3.      Adanya tuntutan cultural masyarakat sekitar.

C.     Mengenal tugas diri individu
Dalam rangka memfungsikan tahap-tahap perubahan yang menyertai perkembangannya manusia harus belajar melakukan kebiasaan-kebiasaan tertentu. Belajar melakukan kebiasan-kabiasaan tertentu apada saat perkembangan yang tepat dipandang berkaitan langsung dengan tugas-tugas perkembangan berikut.
1.      Tugas perkembangan usia anak sekolah
a)      Belajar keterampilan fisik yang diperlukan untuk bermain seperti lompat jauh, lompat tingi, menghindari kejaran.
b)      Membina sikap yang sehat (positif) terhadap dirinya sendiri sebagai seorang individu yang sedang berkembang. Mesalnya:kesadaran tentang harga diri dan kemampuan diri.
c)      Belajar bergaul dengan teman-teman sebaya sesuai dengan etika moral yang berlaku di masyarakat.
d)     Belajar memainkan peran sebagai seorang pria dan seorang wanita.
e)      Mengembangkan dasar-dasar keterampilan membaca, menulis dan berhitung.
f)          Mengembangkan konsep-konsep yang diperlukan kehidupan sehari-hari.
g)      Mengembangkan kata hati, moral dan skala nilai yang selaras dengan kayakinan dan kebudayaan yang berlaku di masyarakat.
h)      Mengembangkan sikap objektif / lugas baik positif maupun negative terhadap kelompok dan lembaga kamasyarakatan.
2.      Tugas perkembangan masa remaja
Masa remaja (Adolescence) menurut sebagian ahli psikologi terdiri atas sub-sub masa perkembangan sebagai berikut:
a)      Sub perkembangan prapuber selama.kurang lebih 2 tahun sebelum masa puber.
b)      Sub perkembangan puber selama 2 Vz - 3 Vz tahun
c)      Sub perkembangan post puber yakni saat perkembangan biologis sudah lambat tapi masih terus berlangsung pada bagian organ-organ tertentu.
3.      Tugas perkembangan pada masa dewasa adalah :
a)      Mulai   bekerja   mencari   nafkah,   khususnya   apabila   ia   tidak   melanjutkan   karir akademik.
b)      Memiliki teman atau pasangan hidup berumah tangga (memilih calon suami atau istri).
c)      Mulai mamasuki kehidupan berumah tangga yakni menjadi seorang suami atau istri.
d)     Belajar hidup bersama pasangan dalam suasana rumah tangga dan keluarganya.
e)      Membesarkan anak dengan menyediakan sandang, papan dan pangan.
f)       Menerima tanggung jawab kewarganegaraan sesuai dengan perundang-undangan dan tuntutan sosial yang berlaku di masyarakat.

Adapun tugas-tugas perkembangan siswa sesuai dengan tahap perkembang annya berdasar hasil penelitian untuk Disertasi Doktor 5 orang mahasiswa S3 Program Studi Bimbingan dan Konseling PPs IKIP Bandung tahun 1998, adalah sebagai berikut:
1.      Tugas-tugas perkembangan anak usia
            Sekolah Dasar (SD):
a)      Menanamkan sikap dan kebiasaan dalam beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa
b)      Mengembangkan kata hati, moral dan nilai-nilai sebagai pedoman berperilaku
c)      Mengembangkan ketrampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung
d)     Mempelajari ketrampilan fisik sederhana yang diperlukan untuk permainan dan kehidupan
e)      Belajar bergaul dan bekerja dalam kelompok sebaya
f)       Belajar menjadi pribadi yang mandiri
g)      Membangun sikap hidup yang sehat mengenai diri sendiri dan lingkungan
h)      Mengembangkan konsep-konsep yang perlu dalam kehidupan sehari-hari
i)        Belajar menjalankan peran sosial sesuai dengan jenis kelamin
j)        Memiliki sikap positif terhadap kelompok dan lembaga-lembaga sosial (Ahman, 1998:51-59)
2.      Tugas-tugas perkembangan anak usia
            Sekolah Menengah Pertama (SMP):
a)      Memiliki sikap dan perilaku beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa
b)      Memperoleh perangkat nilai sebagai pedoman berperilaku
c)      Mencapai kemandirian emosional
d)     Mengembangkan ketrampilan intelektual
e)      Berperilaku sosial yang bertanggung jawab
f)       Mencapai peran sosial sebagai pria/wanita
g)      Menerima keadaan diri dan menggunakannya secara efektif
h)      Mencapai kemandirian perilaku ekonomis
i)        Memiliki wawasan persiapan karir
j)        Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita (Soeharto, 1998:32-34)

3.      Tugas-tugas perkembangan anak usia
            Sekolah Menengah Atas (SMA):
a)      Memiliki sikap dan perilaku beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa
b)      Mencapai hubungan sosial yang lebih matang dengan teman sebaya
c)      Memiliki peran sosial sebagai pria dan wanita
d)     Menerima keadaan diri dan menggunakannya secara efektif
e)      Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya
f)       Mencapai kemandirian perilaku ekonomis
g)      Memiliki pilihan dan persiapan untuk suatu pekerjaan
h)      Memiliki persiapan untuk perkawinan dan hidup berkeluarga
i)        Memiliki katrampilan intelektual dan konsep yang diperlukan sebagai anggota masyarakat yang baik
j)        Memiliki perilaku sosial yang bertanggung jawab
k)      Memiliki seperangkat nilai dan sistem etis sebagai pedoman berperilaku (Juntika Nurihsan, 1998;80-84)

4.      Tugas-tugas perkembangan anak usia
            Perguruan Tingi (PT):
a)      Memiliki sikap dan perilaku beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa
b)      Memperoleh perangkat nilai sebagai pedoman berperilaku
c)      Menerima keadaan diri dan menggunakannya secara efektif
d)     Mencapai peran sosial sebagai pria/wanita
e)      Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita
f)       Memiliki perilaku sosial yang bertanggung jawab
g)      Memiliki ketrampilan intelektual
h)      Memiliki kemandirian emosional
i)        Memiliki kemandirian perilaku ekonomis
j)        Memiliki kemampuan memilih dan mempersiapkan pekerjaan
k)      Memiliki sikap positif terhadap pernikahan dan hidup berkeluarga
l)        Memiliki kriteria calon pasangan hidup yang sesuai dengan keadaan dirinya
m)    Menemukan kelompok sosial yang bermakna (Dwi Yuwono PS, 1998:98-114)

TANGGUNG JAWAB PRIBADI
A.    Pengertian
Setiap orang harus memiliki tanggung jawab. Tanggung jawab adalah kewajiban menanggung sesuatu. Ia akan melakukan apa ynag diharapkan orang lain kepadanya. Ia juga wajib memberi jawaban atas tindakannya itu . jika lalai dalam tanggung jawab, ada resiko yang harus ditanggungnya.
Semua orang pasti pernah berbuat kesalahan . seseorang dikatakan bertanggung jawab, jika mau bertanggung jawab atas perbuatan atau kesalahannya dan tidak mempersalahkan orang lain atau keadaan. Lebih baik ia menyadari kekurangannya dan berusaha memperbaiki diri.
Orang yang bertanggung jawab tidak akan berlaku dan berkata-kata dengan sembrono. Ia mampu membedakan mana yang benar atau salah, dan mana yang baik atau buruk. Jadi, tanggung jawab menyangkut masalah moral, yaitu norma atau nilai mana yang dipihnya.
Setiap orang bebas untuk memilih, tetapi ia harus bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya. Ia tidak dapat mengelak dari tanggung jawab untuk memilih salah satu diantara beberapa pilihan, dan tidak mengambil semuanya, atau memilih tidak berdasarkan pilihannya.
Ia harus segera mengambil keputusan agar tidak terombang-ambing jika ada beberapa pilihan sehingga sulit memilih. Pilhan itu menjadi sulit jika ada factor-faktor yang memenagruhinya.
Pilihan yang tidak didasarkan atas keputusan yang epat dalam hal memilih disebut salah pilih,. Salah pilih dapat berakibat fatal. Akibat salah pilih berisiko besar di kemudian hari dan ia harus menanggung semua akibat itu.

B.     Jenis tanggung jawab
MACAM-MACAM TANGGUNG JAWAB
Manusia itu berjuang adalah memenuhi keperluannya sendiri atau untuk keperluan pihak lain. Untuk itu ia menghadapi manusia lain dalam masyarakat atau menghadapi lingkungan alam. Dalam usahanya itu manusia juga menyadari bahwa ada kekuatan lain yang ikut menentukan, yaitu kekuasaan Tuhan. Dengan demikian tanggung jawab itu dapat dibedakan menurut keadaan manusia atau hubungan yang dibuatnya, atas dasar ini, lalu dikenal beberapa jenis tanggung jawab, yaitu
  1. Tanggung jawab terhadap diri sendiri
    Tanggung jawab terhadap diri sendiri menentukan kesadaran setiap orang untuk memenuhi kewajibannya sendiri dalam mengembangkan kepribadian sebagai manusia pribadi. Dengan demikian bisa memevahkan masalah-masalah kemanusiaan mengenai dirinya sendiri menurur sifat dasarnya manusia adalah mahluk bermoral, tetapi manusia juga pribadi. Karena merupakan seorang pribasi maka manusia mempunyai pendapat sendiri, perasaan sendiri, berangan-angan sendiri. Sebagai perwujudan dari pendapat, perasaan dan angan-angan itu manusia berbuat dan bertindak. Dalam hal ini manusia tidak luput dari kesalahan, kekeliruan, baik yang sengaja maupun yang tidak.

  1. Tanggung jawab terhadap keluarga
    Keluarga merupakan masyarakat kecil. Keluarga terdiri dari suami, ister, ayah, ibu anak-anak, dan juga orang lain yang menjadi anggota keluarga. Tiap anggota keluarga wajib bertanggung jawab kepada keluarga. Tanggung jawab ini menyangkut nama baik keluarga. Tetapi tanggung jawab juga merupakan kesejahteraan, keselamatan dan kehidupan.

  1. Tanggung jawab terhadap masyarakat
    Pada hakekatnya manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan manusia lain, sesuai dengan kedudukannya sebagai mahluk sosial. Karena membutuhkan manusia lain maka ia harus berkomunikasi dengan manusia lain. Sehingga dengan demikian manusia disini merupakan anggota masyarakat yang tentunya
    Ilmu Budaya Dasar – ATA 07/08 Halaman 3 dari 6
    mempunyai tanggung jawab seperti anggota masyarakat yang lain agar dapat melangsungkan hidupnya dalam masyrakat tersebut. Wajarlah apabila segala tingkah laku dan perbuatannya harus dipertanggung jawabkan kepada masyarakat.

  1.  Tanggung jawab kepada Bangsa / negara
    Suatu kenyataan lagi, bahwa tiap manusia, tiap individu adalah warga negara suatu negara. Dalam berpikir, berbuat, bertindak, bertingkah laku manusia tidak dapat berbuat semaunya sendiri. Bila perbuatan itu salah, maka ia harus bertanggung jawab kepada Negara
  2. Tanggung jawab terhadap Tuhan
    Tuhan menciptakan manusia di bumi ini bukanlah tanpa tanggung jawab, melainkanuntuk mengisa kehidupannya manusia mempunyai tanggung jawab lngsung terhadap Tuhan. Sehingga tindakan manusia tidak bisa lepas dari hukum-hukum Tuhan yang dituangkan dalam berbagai kitab suci melalui berbagai macam agama. Pelanggaran dari hukum-hukum tersebut akan segera diperingatkan oleh Tuhan dan juka dengan peringatan yang keraspun manusia masih juga tidak menghiraukan maka Tuhan akan melakukan kutukan. Sebab dengan mengabaikan perintah-perintah Tuhan berarti mereka meninggalkan tanggung jawab yang seharusnya dilakukan manusia terhadap Tuhan sebagai penciptanya, bahkan untuk memenuhi tanggung jawab, manusia perlu pengorbanan.